Perjalanan Awal #InsyafKeuangan

Struggling dalam belajar berkeluarga adalah hal yang wajar. Apalagi sebagai perempuan, kita menjalankan banyak peran.

Ya bekerja, ya mengatur keluarga, ya mengurus anak.

Tepuk pundakmu sendiri karena kamu sudah berhasil mempelajari hal-hal yang setara puluhan SKS dalam waktu singkat! We should be proud of ourselves!

Jika ditanya apa yang terberat dari semuanya, dalam kasus saya yang paling menantang adalah belajar mengatur keuangan.

Terbiasa rem blong gas pol dalam bekerja ternyata juga tercermin dalam hal mengatur keuangan. Kebiasaan buruk yang sedang berusaha saya ubah adalah karena sudah merasa bekerja, I DESERVE untuk spending. Padahal OH BABY YOU ARE NOT

Thanks God saya dipertemukan dengan suami yang sangat menghargai uang. Berbeda dengan saya, he is willing to document every penny he earned. Setiap pengeluaran pun dia pikirkan matang dan cerdas mencari pilihan paling ekonomis. Ini beneran yang sebelum beli sesuatu dia bisa riset lamaaaa untuk membandingkan beberapa barang. Kalau saya sih ya pengennya apa, dibeli deh. Biasanya tergoda karena urusan warna. Hehehe.

Nah, ini adalah beberapa take aways yang saya pelajari baik dari suami, baca buku dan follow IG literasi keuangan. Basic tapi perjalanan awal #InsyafKeuangan ini butuh usaha keras untuk menerapkannya di kehidupan sehari-hari.

Spend less than you earn

Berapa banyak uang yang boleh dihabiskan dari gaji? Versi saya yang dulu akan bilang OH TENTU SEMUA karena itu hasil kerja kerasku hohoho. Jyaaannnn sungguh oon memang.

Tapi sekarang kasusnya berbeda dooong. Ada asisten yang perlu digaji. Ada persiapan untuk sekolah pun dana darurat Kimi. Apalagi sebagai entrepreneur yang pemasukannya bisa naik turun. Mamam deh tuh kalau masih mengikuti hasrat.

Bukan berarti harus pelit tapi realitanya memang kita seharusnya mengeluarkan uang kurang dari apa yang kita peroleh. Ini prinsip pertama yang mulai saya coba terapkan. Caranya? Sampai saat ini saya berusaha langsung membayar kewajiban setelah dapat uang gaji. Untuk urusan berbahagia alias pengeluaran tersier bisa ditunda sampai akhir bulan.

Create an emergency fund immediately

Buat yang sudah berkeluarga keberadaan emergency fund itu penting banget. Anak sakit, suami atau istri sakit, keluarga lain yang tertimpa musibah di tempat jauh atau yang terburuk seperti suami atau istri kehilangan pekerjaan setidaknya bisa di-cover sementara dengan emergency fund.

Yang belum berkeluarga dan belum memiliki tanggung jawab anak atau suami-istri tetep penting mempersiapkan emergency fund karena kita nggak akan tahu hal apa yang akan terjadi esok hari. Mungkin sakit, mungkin musibah lain pada diri sendiri atau orang-orang terdekat kita atau mungkin tiba-tiba dilamar dan butuh dana untuk menikah, who knows, kan?

Keberadaan dana darurat baru saya coba jalankan dua bulan ini dengan memanfaatkan sistem auto debet. Karena kalau tidak tentuuuu tidak akan terkumpul.

Personal finance is 20% knowledge and 80% behaviour (Dave Ramsey)

Ini bener banget!!

Belajar ilmu mengatur keuangan tapi urusan belanja masih nggak bisa diatur tetep nggak ada gunanya. Urusan mengelola keuangan adalah urusan mengendalikan kebiasaan go food kopi susu setiap hari, belanja baju lucu di Mothercare buat Kimi atau beli printilan nggak jelas yang akhirnya tak terpakai.

Seberapa banyak uang yang dihasilkan dari kerja keras, seberapa banyak passive income yang masuk setiap hari, kalau perilaku nggak diubah maka pemasukan tetep akan habis nggak bersisa.

Akhir pekan kemarin saya merasa baju rumah Kimi sudah hampir habis masa berlakunya. Kebanyakan udah kayak lontong kalau dipakai. Alih-alih ke baby shop kami malah ke Pasar Beringharjo buat cari daster. Murah, adem dan tetep lucu kok dipakai Kimi.

Last but not least….income does not determine your wealth

Kasus keluarga kami cukup unik. Karena perbedaan usia akan ada satu masa suami bisa tidak bekerja. Dan kalau menurut hitungan manusia masa itu bisa tiba ketika Kimi sedang butuh-butuhnya banyak biaya. Lain kali yaaa dibikin post khusus untuk ini.

Scarry? YES.

Tapi kami tetap optimis karena Tuhan pasti punya jalannya. Dan semua bisa diusahakan dari sekarang kok 🙂

So we choose to be wealthy (to FEEL wealthy) dengan apa yang kami punya sekarang.

Rumah kami nggak besar-besar amat, tapi kami merasa cukup. Sebab dengan rumah yang imut ini kami bisa menabung lebih banyak.

Mobil juga cukup satu aja. Dengan beli bensin cuma di satu mobil jadi ada uang ekstra untuk liburan dan staycation.

Tas branded? Barang branded? Sementara ini kami nggak punya. Semua dipilih berdasar fungsi. Bukan merk. Karena hasutan suami saya juga hijrah dari iPhone ke Xiaomi dan ternyata oke-oke aja, urusan pekerjaan tetap bisa di-handle dengan baik. Tinggal PR-nya laptop nih. Belum bisa move on dari Apple huhuhuhu.

Yang kami masih gas pol adalah jajan. Karena jajan adalah pelepas penat, penambah semangat. Yang satu ini gak papa deh….tetap diadakan.

Itu tadi perjalanan awal #InsyafKeuangan yang sedang saya jalani. Goalnya sederhana. Menciptakan tabungan untuk kami sekeluarga. Supaya nggak deg-degan ketika terjadi apapun dimasa depan.

Kalau kamu, apa yang kamu lakukan untuk #InsyafKeuangan?

Rekomendasi Buku Saat Perjalanan Menjadi Founder Terasa Berat Sekali

Walau banyak dikerjakan dengan metode sprint membangun perusahaan rintisan tak beda dengan sebuah pertandingan maraton.

Pilihannya GASPOL lalu terengah-engah. Atau menghemat tenaga, berlari dengan cerdas sampai garis finish. Kuncinya sederhana — manajemen energi.

Setiap diundang berbagi cerita tentang perjalanan membangun Hipwee, selalu ada pertanyaan yang berulang muncul. Benang merahnya sama.

Banyak blog yang dibuat. Domain yang dibeli. Banyak yang punya kemampuan menulis, SEO dan digital marketing yang lebih trengginas. Tapi apa yang menyebabkan Hipwee berhasil?

Was it luck? Was it hard work? Was it a business strategy?

Sewaktu menulis konten ini, otak saya pun masih berputar untuk mencari jawaban paling tepatnya. Sepanjang yang saya ingat masa itu adalah masa mengeluarkan energi yang besaaaar sekali.

When I look back, It was the hardest yet the most fulfilling period of my life.

Sebenarnya ada banyak cerita yang mau saya bagikan tentang membangun startup dari nol sampai di titik sekarang. Belum besar, belum unicorn. Masih bayi. Tapi karena banyak belumnya dia bisa berkembang besar, itu yang saya yakini.

Sebagai permulaan, disini saya ingin berbagai rekomendasi buku yang bisa dibaca oleh mereka yang juga sedang berjuang membangun startup atau yang sedang berencana untuk mengembangkan bisnis, khususnya di bidang konten.

1. A Million Dollar Blog

Siapa sih sekarang yang nggak kenal dengan blog? Sudah jadi seperti semacam platform bebas buat semua orang menjadi apapun yang mereka mau, bercerita tentang apapun yang mereka suka bahkan bisa menjadi batu loncatan pertama orang untuk memulai menggapai impiannya. Tapi tetap saja persaingannya juga nggak main-main. Ketika semua orang juga memanfaatkan blog untuk memulai segala hal yang baru.

Pertanyaannya, bagaimana bisa menjadi jauh lebih baik dari yang lain?

Coba deh baca buku ini, maka kamu akan dibukakan matanya bahwa semua berawal dari konten. Dari cerita yang kamu bagikan. Buat yang berencana untuk mulai dari blog, buku ini bisa dijadiikan pegangan pertama.

2. My Blogging Secrets

Masih dari urusan blog, buku ini juga banyak membantu mereka yang ingin jadi blogger dan menjadikannya karir profesional. Buku ini berisi pengalaman pribadi penulisnya setelah meninggalkan karir mapan di perusahaan besar untuk jadi blogger.

Setelah perjalanan panjang kira-kira 10 tahun, akhirnya Amber McNaught, berhasil menjadikan blog sebagai bisnis purna waktunya. Buku ini akan banyak mengajarkanmu tentang menangkap ide untuk mulai blogging, cara mengajak orang untuk mulai membaca isi blog kita dan bagaimana menghasilkan uang dari blog.

3. How to Be an Overnight Success

Judulnya mungkin terkesan muluk-muluk karena sebenarnya Maria Hatzistefani tidak membangun kesuksesannya dalam semalam.

Perusahaan skincare yang dia banggakan justru dimulai sejak 18 tahun lalu dari kamarnya. Dari sinilah benar-benar kita akan belajar bahwa sukses dibangun dari kerja keras siang malam, usaha tak kenal lelah dan kesabaran yang luar biasa setiap harinya.

Hal yang dirasakan Maria ini pun saya rasakan setelah terjun ke dunia startup. Jadi buatmu yang sedang dalam masa berdarah-darah, buku ini bisa memberimu motivasi tentang membangun bisnis.

Membangun perusahaan rintisan itu seperti jalan selibat yang sepi. Saat tak ada teman yang bisa diajak bicara, ketika pemikiran aneh kita untuk mengembangkan produk tak menemukan partner satu frekuensi — paling tidak buku bisa membuatmu tidak merasa sendirian.

Kamu, kita, adalah manusia dengan visi. Dengan ide besar. Dengan itu saja kita sudah satu langkah lebih dekat dengan menang.

Yaaaa walaupun berdarah-darah juga pasti 🙂

Memilih Jalan Sepi. Tak Ada Spotlight di Tahun Politik Ini

Tahun ini adalah tahun yang sangat reflektif. Banyak perbincangan dan suara yang tidak ditinggikan nadanya, sebab cukup sudah rasanya dibicarakan dalam hati saja. Tahun ini terasa seperti retreat. Jalan sepi yang memang sengaja dipilih untuk bercengkerama lagi dengan diri yang sesungguhnya.

Ditengah hingar bingar politik tahun ini, belum sedikit pun saya mengeluarkan pendapat.

Ketika semua orang mulai membicarakan pilihannya masing-masing dan pandangan mereka terhadap masa depan Indonesia di bawah presiden yang nanti terpilih, saya justru memilih diam. Jangankan bicara tentang memilih siapa. Membahas situasi pun keresahan tentang linimasa yang makin riuh saja tak pernah. Rasanya seperti hidup di orbit lain yang jauh lebih tenang. Jauh lebih bisa memberi jeda untuk berpikir panjang.

Kenapa? Kok tidak bersuara? Memangnya kamu memihak ke siapa?

Bagaimanapun, pendapat bisa jadi bias bagi independensi

Tahun ini Hipwee mengusung campaign #PemiluPertamaku yang menyasar ke pemilih pemula. Bersuara, menunjukan keberpihakan pada salah satu paslon bisa memudarkan kepercayaan user. Sebagai media independen yang tidak terikat pun diuntungkan oleh siapapun yang kelak menang, menjaga netralitas jauh lebih penting.

Ya gimana…..masyarakat kita di masa ini mudah sekali melabeli. Konten senetral apapun bisa dianggap sebagai perpanjangan tangan cebong atau kampret. Huft.

Demi menjaga independensi dan menjaga supaya pemilih pertama yang membaca Hipwee tidak terpengaruh pendapat apapun, diam adalah pilihan yang paling terhormat saat ini.

Perjuangan demi masa depan bangsa sekarang digarap pada tubuh Janitra

I choose to talk small. Taking care of the little things. Such as taking care of my family.

Ibu adalah pembuat dan eksekutor kebijakan terbaik di dunia. Setelah hadirnya Kimi saya jadi sadar kalau tak perlulah berbuat banyak. Mengubah bangsa sekarang bisa saya mulai dari ranah keluarga kecil saya sendiri.

Siapapun yang terpilih, harga listrik pasti akan naik lagi. Lebih baik sekarang saya pastikan anak saya bisa tumbuh jadi anak cerdas. Supaya kelak bisa membuat terobosan lewat energi listrik terbarukan.

Siapapun yang terpilih, tak ada jaminan HAM akan dijunjung tinggi. Lebih baik sekarang saya pastikan anak saya tumbuh dengan welas asih. Ciptakan damai di hatinya supaya mereka yang berbeda bisa dia terima.

Kita sedang mudah tantrum lalu memutus hubungan. Diam adalah sebuah kebijaksanaan

Siapa yang merasa salah pilih circle pertemanan karena banyak yang baper tentang pemilu tahun ini?

Atau sudah ingin keluar dari grup keluarga?

Tenang…..kamu nggak sendirian. ME TOOO!!!!

Daripada menghancurkan hubungan yang sudah saya bangun bertahun-tahun dan saya jaga sedemikian rupa cuma karena beda pandangan politik, diam adalah pilihan yang paling bijaksana.

Tidak bersuara bukan berarti tidak punya pilihan. Tidak bersuara juga bukan berarti tak punya kepedulian.

Bukankah cinta yang lantang sering kali justru cinta yang paling diam?

Tetap Punya Jati Diri — Meski Kini Ada Kimi

Mengandung, melahirkan dan kini merawat Kimi adalah hal paling tidak egois yang pernah saya lakukan. Terbiasa dengan kebebasan dan kemandirian, bahkan setelah menikah, membuat fase ini seperti masa belajar keras sebelum Ujian Nasional.

Harus berjaga sepanjang malam untuk latihan, menyingkirkan kepentingan dan berbagai godaan demi tujuan yang ingin dicapai,

Kali ini tujuannya tentu membesarkan Kimi dengan baik seumur hidupnya.

Menjadi Ibu itu (mengejutkannya) menyenangkan. Ada makhluk kecil menggemaskan yang mencintai kita sebegitunya. Memandang kita dengan tatapan polos, penuh pengharapan untuk sekadar dipeluk dan diajak bermain.

Senyumnya yang renyah menghilangkan lelah penat selepas bekerja. Mendengar suara celotehnya membuat kita mau menangguhkan beberapa ambisi, demi kepentingannya.

Menjadi Ibu adalah tentang dia dulu — anak kita dulu — diri kita bisa menunggu.

Menulis ini di samping Kimi yang sedang tertidur pulas, memandangi mulutnya yang setengah terbuka, bulu matanya yang lentik sempurna, jari-jari mungilnya yang lucu menggemaskan — ah di mata saya dia anak tercantik dan tersempurna.

Bahkan saya yang dulu tak ingin punya anak saja bisa mencintai tanpa syarat seperti ini. Tak ada rasa menyesal mengeluarkan semua usaha dan pengorbanan demi manusia kecil yang nafasnya terdengar halus mendengkur. Tak masalah kurang tidur asal dia punya cadangan ASI dan berat badannya naik tiap diukur.

Sekarang saya paham kenapa Ibu-Ibu bisa mengubah username akun sosial media jadi @bundanyaXXX setelah punya anak. Sekarang saya juga bisa memahami kenapa postingan anak adalah sebuah hal yang natural bagi Ibu-Ibu, termasuk saya tentunya hahahahaha. Soriii ya followersku hehe. Pahalamu besar di surga!

Manusia kecil yang menginvasi perut kita selama 9 bulan, mengakusisi payudara kita, menyita waktu dan tenaga, membuat kita yang dulu hidup selow harus berubah jadi multi tasking memang jadi pusat dunia. Ini alamiah, wajar, dan memang seharusnya.

Tapi anak ini kelak juga butuh kita sebagai MANUSIA kan? Bukan hanya butuh kita sebagai IBUNYA?

Saya membayangkan kelak akan mengajari Kimi mencintai buku dan menulis. Dia akan saya kenalkan ke Murakami, ke Pramoedya, Jodie Picoult, JKR, Dee Lestari. Dia akan membaca buku-buku yang sudah saya kumpulkan sedari remaja. Lalu saya akan bilang, “Jangan cuma baca chicklit to Nduuukkk…baca karya sastra gitu lhooo. Yang bermutu”

Semua itu tidak akan bisa saya lakukan ketika sekarang saya menyerah pada perasaan sendu lalu hanya berperan jadi Ibu.

Di masa depan saya ingin bercerita pada Kimi bagaimana rasanya membangun perusahaan rintisan. Apa rasanya membesarkan anak sekaligus memimpin tim. Bagaimana pusingnya membagi waktu untuk meeting, belanja pampersnya, memikirkan menu makannya sembari memutar otak untuk memastikan THR karyawan aman.

Semua cerita itu tak akan sampai padanya jika sekarang saya hanya menjadi Ibunya saja.

Pun tentang hubungan dengan Bapaknya. Kelak saya ingin bercerita padanya apa yang bisa membuat kami jatuh cinta, bertahan, tetap saling sayang dan mesra setelah kehadirannya. Saya ingin membawa Kimi napak tilas ke tempat-tempat kencan kami. Kedai kopi, warung bakwan kawi, restoran ayam goreng dan warung soto yang punya live music tiap hari.

Untuk ini saya perlu tetap jadi istri dan kekasih yang menyenangkan. Tak cukup jika hanya jadi Ibu yang bisa diandalkan.

Dear Kimi, untuk waktu-waktu dimana kamu harus belajar minum dari gelas.

Untuk siang hari yang bagimu terasa panjang karena harus menunggu Ibu pulang.

Untuk perjalanan kesana kemari yang harus kamu rasakan dari usia hitungan hari karena Ibu bawa bekerja.

Percayalah Kim, ini semua bukan karena Ibu tak suka jadi Ibumu. Bukan karena Ibu tak mau hanya jadi Ibumu.

Ibu melakukan ini supaya kelak bisa jadi paket yang lebih sempurna untukmu. Ibu ingin jadi partner sparingmu tentang literasi. Ibu ingin bisa mengajarimu tentang bisnis yang harus diawali dari hati. Ibu mau kamu melihat sendiri contoh cinta yang tidak sempurna tapi selalu diusahakan dan dirawat pada hubungan Ibu dan Bapak.

Sayangnya semua itu tidak bisa Ibu lakukan dengan di rumah saja. Meski membersamaimu setiap waktu adalah segalanya.

Ibu mohon ijin tetap menjadi diri sendiri. Semoga Kimi ikhlas sesekali dirawat orang lain saat Ibu berjuang untuk mimpi-mimpi Ibu. Di masa depan semoga Kimi tahu jika semua ini hanya untuk kamu.

5 Hal yang Memampukan Selesai ASI Eksklusif Pasca Drama Menyusui

Alhamdulillah….nggak terasa Kimi sudah selesai Asi Ekslusif selama 6 bulan. Kalau ingat dulu awal-awal perjuangan menyusui rasanya bersyukur dan bangga pada diri sendiri karena sudah berhasil melewati masa-masa berat itu. Enam bulan berlalu, sebenarnya masih ada 18 bulan yang panjangggggg sekali. Tapi semua pencapaian harus dirayakan dong? Karena itu di sini saya mau berbagi hal-hal yang memampukan saya menyelesaikan hak ASI eksklusif Kimi.

1.Konseling Laktasi

Kontak konseling laktasi pada minggu ke 28, 32, 36 dan pasca melahirkan benar-benar jadi saviour yang akan terus saya advokasikan ke teman-teman maupun pembaca blog ini. Konseling laktasi membantu saya memahami anatomi tubuh Ibu dan Bayi, memahami anatomi payudara, mengajarkan teknik pelekatan yang baik, memberi gambaran cara merawat bayi.

Tapi yang terpenting adalah: konseling laktasi memberi kita perasaan tidak sendirian.

Proses menyusui itu mirip lah sama membangun perusahaan rintisan. Kurang tidur, tenaga terforsir, memberi kita banyak waktu untuk bicara pada diri sendiri (karena pas nyusu seringnya anak bayi ketiduran jadi ya monolog aja kannn) dan tidak boleh menyerah. Menyusui hampir serupa dengan jalan sepi yang dijalani banyak founder perusahaan rintisan. Nah….konselor laktasi itu bisa diibaratkan sebagai sesama founder yang paham apa yang kamu rasakan. Jadi dengan mengedukasi diri lewat konseling laktasi sebenarnya memasukkan saya ke komunitas yang akan memberikan dukungan karena cuma mereka yang paham apa yang kita rasakan.

Di kasus saya ini terjadi saat puting cracked parah. Ibu, Ayah, bahkan suami juga nggak bisa relate pada perasaan kehilangan harapan pun hati mencelos yang saya rasakan. Hanya konselor-konselor baik hati yang bisa merasakan empati. Mereka menganggap puting lecet itu masalah serius, mereka menyemangati untuk terus menyusu serta mencarikan solusi.

2.Kehadiran Suami di Rumah

Emang udah jalan Allah ya….pas Kimi lahir, passss Mas Erry bisa di rumah lama karena habis rig down dan mesti menunggu persiapan proyek selanjutnya. Waktu off yang biasanya cuma 1-2 minggu bisa jadi 3 minggu. Dan ternyata kehadiran fisik suami memang sangat membantu.

Semandiri, setangguh, sekuat apapun wanita — kehadiran pasangan akan membantu pasca proses persalinan. Buat apa? Ya buat memberi dukungan, memberi perhatian, menemani proses membesarkan manusia yang lahir sebagai buah cinta. Terlebih buat wanita bekerja yang sebelumnya banyak kegiatan di luar rumah. Kehadiran suami justru WAJIB AIN hukumnya. Karena perubahan pola hidup bisa membuat shock jika tidak punya sistem dukungan yang baik.

Sebenarnya Mas Erry sudah terlibat sejak proses kehamilan (yaiyalaaahhh….kan dia yang buat), menemani kontrol saat dia off dan ikut semua sesi konseling laktasi. Tapi pasca melahirkan bantuannya yang akan selalu saya hargai sampai kapanpun adalah tawaran untuk menyuapi saat Kimi udah pengen nyusu padahal saya kelaparan dan kerelaannya mengikuti semua kemauan saya ketika butuh support untuk nyaman menyusui.

 Dia tidak menolak keinginan impulsif membeli hampir semua jenis bantal menyusui, dia tidak mencibir kebutuhan saya untuk konseling laktasi lagi pasca melahirkan, dia memberi saya ekstra 10 menit untuk tidur dengan menggendong Kimi di waktu subuh. Dia menyingkirkan kebutuhan dan keinginannya sementara untuk kepentingan kami berdua.

Jadi nggak ada salahnya untuk para Bapak meluangkan waktu cuti demi menemani istri dan anak ya. Ini akan sangaaattt berarti.

3.Pengalaman Pertama Mencoba Media Dot ke Kimi

Dasarnya emak-emak newbie ya…..maunya yang praktis-praktis aja. Termasuk untuk media pemberian ASIP. Dasarnya oon, awalnya saya juga mau kasih dot ke Kimi. Dengan alasan lebih praktis untuk yang mengasuh ketika harus ditinggal kerja pasca cuti.

Coba pakai dot bawaan Spectra, gagal. Oke. Coba Pigeon, gagal. Huki, gagal. Naik kelas ke Avent — no luck. Beli Tommee Tippee Kimi tetep juga nggak mau nyedot. Comotomo, Dr Brown dia teteuuup nggak mau.

Sekarang sih saya bersyukur Kimi nggak doyan dot. Setelah lebih mendalami ilmu per-ASI-an ternyata media dot adalah perjudian yang jahat.

Nggak ada yang bisa menjamin bayi akan tetap mau menyusu setelah kenal dot. Pun mau, nggak ada yang bisa menjamin juga hisapannya akan tetap seefektif sebelum kenal media dot. Yang ada hisapannya berkurang, demand ASI menurun, produksi ASI turun bebas deh.

Nah….menyambung ke kenapa kasih media dot justru menguatkan saya untuk terus memberi ASI ekskusif? Jadi, kali pertama memberi dot itu saya patah hati ternyata. Nggak tega rasanya melihat Kimi ngenyot ke gentong lain. Di situ juga saya disadarkan kalau dot yang terlihat praktis itu membuat bayi yang sudah dijaga sedemikian rupa terpapar berbagai risiko. Apa saja? Ini menurut dangkalnya pengetahuan saya:

  • Risiko kolik saat ada udara yang masuk saat bayi menghisap dot
  • Risiko diare kalau proses sterilisasi tidak tepat
  • Risiko bayi tersedak karena aliran yang terlalu deras
  • Risiko over feeding yang menyebabkan dia tidak bisa membedakan sensasi kenyang dan lapar. Selama masih ada yang dimasukkan ke mulut, pasrah aja. Mau nolak juga nggak bisa
  • Risiko diduakan oleh anak karena kehilangan waktu bonding. Ujungnya jadi Emak Eping (Exclusive Pumping) yang mesti militaaaannnn banget pumpingnya.

Setelah kali pertama memberi dot ke Kimi, melihat responnya yang bingung-marah dan protes saya bertekad mencari cara untuk menyelesaikan kewajiban menyusui tanpa media dot. My baby deserve better. I should do better.

4.Lingkungan Kerja Startup yang Inklusif dan Fleksibel

Hipwee lah salah satunya yang membuat Kimi bisa ASI eksklusif. Ini layak diberikan post tersendiri, but let me mention it here as a prolog. Bekerja di startup adalah hal yang layak dipertimbangkan buat new moms. Kenapa? Karena kultur kerjanya masih terbentuk. Kamu sebagai bagian dari perusahaan rintisan lah yang bisa membentuk kulturnya.

Di kasus saya Hipwee memberikan ruang untuk membawa Kimi ke kantor pada awal masuk pasca cuti karena dia belum mau minum ASIP dengan media lain. Hipwee juga mengijinkan saya pulang per 3 jam sekali untuk setor ASIP dan menyusui di minggu kedua pasca cuti. Kalau saya nggak kerja di Hipwee mungkin kacau balau lah semua.

5.Lansinoh Nipple Balm

Bagi penderita puting lecet, salep puting yang satu ini udah paling JOSS deh. Selama puting lecet saya sudah mencoba berbagai macam perawatan. Kali pertama kontrol dan bilang putingnya lecet diresepkan Bepanten oleh Obsgyn. Hasilnya…..nihil.

Selama di rumah sakit saya memakai Medela Purelan 100 yang banyak cocok di orang lain. Tapi di saya nggak ngaruh. Pernah juga pakai VCO yang ada malah kulit puting makin terbuka saat lengket di bra (sedaaaapppp banget yg ini, hahahha)

Apa yang membedakan Lansinoh dengan semua treatment lain? Pertama, kekentalan krimnya pas. Dia juga lumer di tangan saat terkena suhu tubuh. Jadi mudah diaplikasikan. Kedua, dia itu paling ‘melunakkan’ puting. Hal terberat dari puting lecet itu kalau sampai puting kaku dan kering. Nah…Lansinoh memberi rasa nyaman karena puting jadi lunak dan selalu lembab. Doakan ya semoga nggak usah ngalamin drama lecet lagi. Lelah akutu.

Remeh temeh kan sebenarnya hal-hal yang membuat saya mampu menyelesaikan kewajiban ASI Ekslusif? Tapi semoga bisa jadi suntikan semangat fellow Mamas yang sedang berjuang juga.

Do what you want to do. Do what your heart tells you to do. You deserve that!

Karena sesimpel, seremeh dan se-nggak penting apapun itu semua layak dilakukan demi menguatkan langkah menyelesaikan ASI di 6 bulan pertama kehidupan.

Bebas Mom’s Guilt dengan Mengenal Jenis Kulit Bayi

Sebagai Ibu baru, bisa merawat anak dengan mulus tanpa hambatan adalah sebuah goal paling mulia. Lebih tinggi derajatnya dari segera bisa kembali ke berat badan sebelum hamil atau punya kesempatan kencan lucu dengan suami.

Buat saya sendiri, salah satu hal yang paling membuat saya khawatir selepas kelahiran Kimi adalah memastikan kulitnya terjaga dengan baik. Karena dari pengalaman teman dan sepupu-sepupu yang sudah punya bayi lebih dulu, menjaga kesehatan kulit bayi itu gampang-gampang susah. Panas sedikit bisa membuat bayi biang keringat.

Kurang telaten mengganti popok sekali pakai bisa berujung pada ruam popok yang bikin patah hati. Bahkan salah menentukan perawatan kulit bagi bayi yang punya bakat atopik ujungnya bisa berabe.

Diawali dari keinginan merawat kulit Kimi sebaik mungkin, di long weekend tanggal 22 Desember lalu kami datang ke Vinolia Baby Shop untuk belajar mengenai berbagai jenis kulit bayi dan perawatannya. Awalnya saya sempat konfirmasi berhalangan datang karena mau keluar kota. EEHHH lah kok ndilalah jalan macet gila-gilaan sehingga kami cancel rencana staycation. Memang saatnya update ilmu, pikir saya. Di acara ini ada dr.Intan Diana Sari dan Bapak Nurhadi selaku Head of Medical PT Interbat dan Head Manager Interlac&Mustela.

Talkshow dimulai dengan pertanyaan sederhana, “Kenapa sih kulit bayi itu lebih rentan terkena iritasi dan kemerahan?”

Dengan lugas dr Intan dan Pak Nurhadi menjelaskan beberapa fakta kulit bayi yang saya belum tahu sebelumnya:

  1. Lapisan pelindung kulit bayi belum terbentu sempurna
  2. Bayi terlahir dengan kulit cenderung kering
  3. Walau kaya akan stemcell, berbagai faktor luar bisa membuat kadar stemcell di kulit bayi usia 0-2 tahun menurun drastis
  4. Dan….karena semua bayi lahir dengan kondisi kulit berbeda.

Sama aja berarti sama Emak-emaknya ya kannn…..semua bayi lahir dengan berbagai jenis kulit yang butuh penanganan berbeda. Ibu dan Bapaknya aja yang sering menyepelekan dan menganggap semua kulit bayi sama saja.

Ada 3 jenis kulit bayi yang bisa kita kenali: kulit normal, kering dan kulit atopik. Nah…mengenal jenis kulit bayi ini akan memudahkan kita menentukan jenis perawatan yang tepat untuk mereka. Dari chart yang ditunjukkan Kimi masuk ke jenis kulit normal. Walau kulitnya normal bukan berarti tidak perlu dirawat, karena perawatanlah yang dapat membuat kestabilan kulitnya terjaga.

Sedari Kimi lahir Kimi memang menggunakan produk-produk Mustela, yaitu barrier cream untuk melindungi area popok dan face cream supaya kulit wajahnya tidak kering. Barrier cream dan Face cream Mustela sampai hari ini memang membuat Kimi tidak pernah terkena ruam popok dan mukanya pun lembab.

Usut punya usut, ini karena Mustela memiliki bahan aktif Avocado Perseose yang bisa ditoleransi bayi karena strukturnya sama dengan kulit bayi. Selain melindungi dan melembabkan, kandungan aktif ini juga menjaga kekayaan sel kulit bayi. Makanya sampai sekarang kulitnya Kimi tetap halus dan hampir tidak pernah iritasi 🙂

Acara tanggal 22 Desember lalu menyenangkan sekali! Kami jadi punya waktu berkualitas bertiga, tanpa nanny sambil bisa belajar hal baru. Oh iya, buatmu yang ingin membeli produk Mustela ini bisa banget dan udah gampang ya. Tinggal pergi Mothercare, Guardian, Viva Generic, Century, Watsons, Baby Shop terdekat, orami.com dan JD.ID. Info-info mengenai kulit bayi dan produk-produknya juga bisa kamu lihat di kanal sosial media:

  • Website                   : http://www.mustela.co.id
  • Instagram                : @mustelaindonesia
  • Facebook                : Mustela Indonesia

Jadi Mamas, udah tahu #ApaJenisKulitBayimu?

Heboh Gentle Birth Lupa Konseling Laktasi

Tren mempersiapkan diri untuk melahirkan dengan lembut, alami dan yang terpenting minim rasa sakit memang makin marak di kalangan Ibu muda milenial. Semua teman yang hamil akan serta merta posting gerakan yoga di socmed. Menjelang HPL kebanyakan Ibu-ibu muda juga posting aktivitas mereka di atas gymball, pijat akupresure dan terapi moksa.

Secara psikologis tren ini wajar sekali. Mengeluarkan anak manusia dari tubuhmu itu konsep yang indah tapi juga menakutkan. Konstipasi saja sakit lho, bagaimana kalau kamu harus mengejan untuk mengeluarkan kepala manusia? Normal dong jika kita tertarik saat ditawari pilihan melahirkan tanpa rasa sakit atau dengan rasa sakit yang lebih terkelola?

Di awal kehamilan saya pun masuk ke golongan yang ingin mempersiapkan diri sebaik mungkin demi kelahiran gentle.

Ikut yoga, baca buku macam-macam, ikut kelas gentle birth bersama pasangan, main gymball — you name it!

 Dan saya nggak bilang semua itu buruk atau tidak berguna. Pengalaman saya pribadi, semua tetap berguna. Berasa banget latihan nafas selama yoga untuk membantu mengelola rasa sakit.

Tapi satu yang saya syukuri sempat saya lakukan di masa kehamilan. Lebih penting dari gentle birth training menurut hemat saya: KONSELING LAKTASI.

Ide untuk konseling laktasi awalnya dicetuskan oleh tante dan Ibu. Kebetulan Tante adalah trainer konselor laktasi. Sementara Ibu saya paham kalau anaknya ini sama sekali belum pernah pegang bayi. Dia khawatir kali ya cucunya gak hidup dengan baik.

Saya pun sepakat dengan saran tersebut. Kalaupun tidak terpakai ilmunya apa salahnya sih ikhtiar? Pikir saya. Konseling pertama dipandu oleh Ibu Tipuk. Bidan yang sudah dilatih jadi konselor laktasi. Proses konseling dilakukan selama 3 kali.

Di pertemuan pertama Bu Tipuk menjelaskan anatomi tubuh bayi dan anatomi payudara Ibu.

Saat itu saya baru tahu kalau nyusuin bayi itu bukan pakai puting tapi pakai areola.

Saat itu juga saya baru sadar kalau bayi tidak harus langsung mendapat ASI di hari pertama lahir. Keluarnya ASI itu butuh waktu. Dan nggak masalah, toh lambung bayimu juga masih kecil. Di pertemuan pertama ini Bu Tipuk membawa banyak alat peraga. Selain boneka bayi ada juga peraga payudara untuk latihan menyusui dan peraga ukuran lambung bayi.

Pertemuan kedua isinya tentang merawat bayi sehari-hari. Bu Tipuk niat banget lho. Kami berlatih menggunakan boneka bayi untuk memandikan, membedong dan menyendawakan bayi.

If only i didn’t have this training I will be super clueless to raise Kimi.

Pertemuan ketiga yang asik niiih karena disini suami diajarin cara-cara induksi alami (IYKWIM) dan juga teknik pijat oksitosin. Jadi di pertemuan ketiga ini Bu Tipuk benar-benar melatih Mas Erry untuk memijat punggung saya untuk merangsang hormon oksitosin.

Dengan konseling tahap satu ini saya dan Mas Erry jadi merasa PD untuk bisa memberi ASI eksklusif untuk Kimi.

Fast forward ke hari kelahiran Kimi, karena sudah tahu hak pasien maka kami langsung meminta IMD. Setelah itu kami menelepon Bu Tipuk untuk mengabarkan bahwa Kimi sudah lahir. Sore itu sekitar pukul 18.00 Bu Tipuk datang ke Rumah Sakit untuk menemui saya dan mengajari pelekatan pertama. Sayang, Kimi belum boleh dibawa ke kamar untuk rooming in karena masih diobservasi selama 3 jam. Akhirnya Bu Tipuk mendatangi ruang bayi untuk berpesan pada perawat agar Kimi tidak diberi susu formula. Beliau juga berpesan kapanpun membutuhkan silakan hubungi saja.

Malam itu sekitar pukul 22.00 Kimi dibawa ke kamar untuk mulai rooming in. Dan sejujurnya, malam pertama bersama Kimi adalah roller coaster yang melelahkan.

Bayangkan, sehari sebelumnya saya sudah tidak tidur karena kontraksi. Malam harinya Kimi diantar dengan kondisi lapar, menangis dan tidak mau diletakkan. Maunya menyusu dan selalu didekap. Bisa dihitung selama 4 hari di rumah sakit Kimi tidur malam di boxnya. Biasanya Kimi bisa tertidur lama kalau saya dekap dalam posisi setengah duduk.

Nah, drama dimulai di sini. Karena masih proses belajar maka lecetlah puting saya. Bukan cuma lecet, tapi cracked nipple. Putingnya sampai pecah dan berubah bentuk. Subhanallah setiap mau menyusui rasanya kayak mau maju ke medan perang. Keringat dingin, takut, merasa berdosa kok biarin bayi nangis lama.

Hampir seminggu saya bertahan dengan kondisi puting lecet parah sampai suatu malam Kimi tiba-tiba menolak menyusu karena puting saya mengeluarkan darah. Sediiiihhhhh banget rasanya lihat wajah dan sleepsuits nya bersimbah darah. Malam itu saya nangis sesenggukan sambil bilang ke Mas Erry,

“Ini harus ada yang kuat diantara kita. Kalau aku udah mau nyerah kamu harus ingetin biar aku nggak nyerah ya!”

Malam itu saya hubungi Bu Tipuk dan juga chat Mbak Maylinda konselor Sanggar ASI untuk minta jadwal konseling. Besoknya Bu Tipuk datang untuk mengamati pelekatan Kimi dan merevisinya. Sayang, belajarnya gak bisa total karena Kimi keburu ketiduran.

Esok lusanya kami ke Sanggar ASI untuk konseling lagi. Ketika melihat keadaan puting kanan yang sudah cracked cukup parah Mbak Maylinda menyarankan supaya payudara kanan diistirahatkan dulu 2-3 hari sebelum digunakan lagi. Selain itu juga disarankan pakai miniset bukan bra supaya puting tidak terdesak. Ok, selama 3 hari payudara kanan saya istirahatkan dengan tetap memerah menggunakan tangan supaya payudara tidak bengkak.

Alhamdulillah wasukurillah setelah 72 jam diistirahatkan payudara kanan sudah jauh lebih baik. Masih lecet sih tapi bearable lah ya. Dari pengalaman saya butuh waktu dua bulan sebelum bisa mulai nyaman menyusui Kimi.

Menyusui itu jauuuuhhhh lebih menantang dibanding melahirkan deh.

Dari pengalaman ini saya cuma mau bilang kalau nggak ada salahnya konseling laktasi sebelum melahirkan. Melahirkan itu ‘cuma’ perkara 1-2 hari menahan sakit. Kalau pun ada jahitan pun SC masih bisa disembuhkan. Tapi menyusui adalah proses panjang yang ternyata butuh ilmu tak kalah banyak.

Coba cek ke rumah sakitmu, biasanya ada bidan/Obsgyn yang punya sertifikasi konseling laktasi. Kalau di daerahmu nggak ada bisa follow AIMI untuk ilmu-ilmu menyusui. Sekaligus jadi penambah semangat waktu masalah menyusui datang. Dulu saya gitu soalnya, tiap meringis menyusui dengan puting lecet saya baca-baca blog orang lain yang juga lecet putingnya kemudian jadi semangat karena merasa nggak sendiri.

Semangat ya buat fellow Mamas yang lagi berjuang menyusui anaknya. Kalau menyusui itu mudah maka balasannya bukan surga 🙂

Melahirkan Kimi di JIH

Tidak terasa sudah hampir 3 bulan sejak Kimi lahir. Hiruk pikuk menjadi Ibu baru membuat blog ini sempat terbengkalai. Untuk memulai lagi saya ingin bercerita tentang proses kelahiran Kimi pada 2 Agustus lalu. Sebelum memutuskan lahiran di mana dan dengan dokter siapa saya juga googling-googling dan membaca pengalaman orang lain di blog. Jadi semoga postingan ini juga bisa jadi referensi teman-teman lain ya!

 

Memilih dokter kandungan

Ada beberapa pilihan yang disodorkan pada saya sejak tahu hamil. Pertama, kontrol rutin di bidan atau di dokter spesialis kandungan. Karena alasan kenyamanan pilihan kedualah yang saya ikuti dengan rutin. Saya memeriksakan kandungan satu bulan sekali hingga usia 36 minggu kehamilan. Dari usia 36 minggu jadwal kontrol berubah jadi dua minggu sekali. Di usia 38 minggu kontrol berubah ke satu minggu sekali.

Karena masih newbie dalam urusan perhamilan saya sempat safari dokter ke beberapa rumah sakit. Coba dokter yang senior eh kurang sreg karena beliau bahkan tidak mau mengoperasikan mesin USG. Saya dirujuk ke dokter radiologi masak. Kan gimanaaaa gitu ya?

Lalu dokter kedua, dokter dengan reputasi gentle birth yang oke. Dokter kedua ini santai banget, nggak pernah ngelarang apapun. Tapi akhirnya saya hanya kontrol 2 kali ke beliau karena suami lebih nyaman kalau dokternya perempuan. Ini alibi juga sih biar dia bisa cuci mata setiap menemani kontrol. 

Pilih sana-sini cap cip cup cip cap jatuhlah pilihan ke dr. Mitta Prana di JIH. Selain memenuhi kriteria suami (perempuan) dr. Mitta juga komunikatif, nggak banyak larangan.  Saran-sarannya sesuai sama saya. Seperti kalau jalan-jalan ke mall aja (secara waktu hamil gampang banger kepanasan kan), tetap boleh minum kopi asal secukupnya dan banyak saran lainnya. Setiap kontrol juga didengarkan dengan baik keluhan-keluhannya. USGnya pun telaten tidak terburu-buru. Karena merasa klik maka saya pun mantap melahirkan dengan beliau nantinya. Oh iya, satu hal yang juga membuat saya klik dengan dr. Mitta adalah dukungan beliau untuk melahirkan dengan normal dengan sedikit intervensi medis. Beliau dengan sabar menjelaskan bahwa sebaiknya persalinan dengan epidural tidak dilakukan di kehamilan pertama. Saat Kimi belum lahir hingga lewat HPL beliau juga memberikan waktu menunggu sebelum memutuskan mengambil tindakan induksi.

 

Proses memilih rumah sakit

Kenapa memilih rumah sakit? Bukan rumah bersalin atau klinik bidan? Karena jika dalam proses persalinan terjadi kondisi gawat darurat maka segera bisa tertangani dengan baik. Selain itu kemungkinan LDR-an dengan suami saat melahirkan membuat saya merasa lebih tenang melahirkan di rumah sakit.

Kriteria untuk memilih rumah sakit yang jadi prioritas adalah:

  1. Pelayanan persalinan yang baik
  2. Tenaga kesehatan yang suportif
  3. Fasilitas
  4. Jarak yang dekat dari tempat tinggal
  5. Rumah sakit ter cover asuransi kantor

JIH masuk pilihan karena lokasinya yang dekat dengan rumah orangtua (saya memilih menetap di rumah orangtua sejak 2 minggu sebelum HPL) dan JIH juga bekerjasama dengan asuransi kantor suami. Jadi mudah, tinggal gesek kartu saja.

Dari beberapa rumah sakit yang saya datangi JIH juga salah satu yang pelayanannya cepat. Bisa book beberapa dokter via Whatsapp atau aplikasi. Sayang dokter Mitta sudah terlalu laris jadi harus ambil antrian di hari H daftar. Staf-stafnya juga taktis, cekatan dan cepat dalam pelayanan. Kalau ada yang nggak jelas saya tinggal telepon dan semua terjawab. Untuk kalian yang lebih ingin kepastian bisa juga ambil program Pregnancy Club. Yang cukup oke dari program ini adalah kalian bisa mendapatkan kepastian kamar dari H-3 sampai H+3 HPL. Selain itu ada fasilitas free senam hamil, breast massage dan pijat bayi. Lumayan dong ya? Cukup bayar Rp 1.500.000,00 saja (yang nantinya akan dipotongkan ke biaya total melahirkan) maka hati sudah lebih tenang.

Oh iya, selama hamil sampai sudah ada Kimi saya juga memanfaatkan fasilitas preferred lounge di JIH. Preferred lounge ini sebenarnya ruang tunggu yang lebih nyaman. Di sana kita bisa makan, minum dan yang jelas lebih tenang untuk bayi. Selain itu rasanya lebih aman karena Kimi tidak harus bercampur dengan bayi sakit lainnya ketika diajak imunisasi.

Dear JIH, please dong bedakan ruang untuk bayi sakit dan bayi sehat di poli anak. Nggak lucu dong kalau anak sehat dibawa vaksin eeeh pulangnya sakit ketularan anak lain 😦

 

Review JIH selama proses melahirkan

Saya masuk ke IGD JIH jam 00.00 pada 2 Agustus. Dokter pertama yang menangani saya masih muda tapi tanggap dan menenangkan.

“Dari jam berapa Bu rembesnya ketubannya?”

“Setengah jam lalu”

“Oh tidak apa-apa. Masih baik sekali kok Ibu langsung datang.”

“Kontrolnya ke dokter siapa Bu? Kontrol di JIH?”

“Ke dokter Mitta.”

“Oh baik saya konsulkan dulu ya.”

Plus semua ditanyakan dengan senyuman. Setelah itu saya dengar dokter umum ini menelepon dan konsul ke dokter Mitta via telepon. Tidak sampai 1 jam saya sudah dirujuk ke bangsal Ibu dan anak untuk diobservasi di ruang perawatan. Paling tidak saya tidak harus lama menunggu di IGD yang bisa bikin makin stres.

Nah, di titik ini saya merasa untung ikut pregnancy club. Dari awal saya dan suami memilih kamar VIP B saat melahirkan nanti. Eeeeh ndilalah kok VIP B penuh. Untung sudah ikut pregnancy club jadi dengan cuma-cuma untuk malam itu kamar di upgrade ke VIP A. Walau pada akhirnya kami tetap tinggal di VIP A karena kamar VIP B yang tersisa dirasa terlalu bising untuk Kimi yang kagetan tapi lumayan lah hemat 1 malam bayar VIP B dapat kamar VIP A. Uangnya bisa buat beli lap iler Kimi, LOL.

Perawat dan bidan di JIH juga informatif. Sedari awal dijelaskan bahwa VT akan dilakukan 4 jam sekali. Semua obat dan infus juga dijelaskan fungsinya. Pun ketika akhirnya diketahui HB saya rendah (ini salah saya sih menjelang lahiran makannya nggak teratur plus stres kerjaan. Juga nggak kepikiran untuk periksa juga. Dodol emang, jangan ditiru ya.) bidan dengan tenang menyodorkan surat kesediaan transfusi darah tanpa menakut-nakuti. Dijelaskan kalau ini hanya disiapkan jika kondisi terburuk terjadi.

Nah, kesabaran provider teruji sempurna saat proses melahirkan di VK. Karena diinduksi saya sudah masuk VK dari bukaan dua. Harus cek DJJ terus soalnya. Di sini cukup terasa kalau bidan-bidan di JIH suportif dan nggak galak. Waktu hampir menyerah di bukaan 8 Bidan Citra (shout out to you! Baik banget orangnya, suportif!) menyemangati untuk menahan sebentar lagi. Sayang kalau minta SC padahal udah sakit lama. Iya juga sih, tapi waktu itu emang pengennya nyerah aja :))  J

Saat pembukaan sudah lengkap dokter Mitta pun cepat datang. Sigap memandu dengan sabar. Walaupun ada drama sedikit. Jadi ada dua pasien dokter Mitta yang melahirkan di saat bersamaan, tentu saja salah satunya saya. Jadi dokter harus bolak-balik di waktu yang kritis. Tapi secara keseluruhan dokter Mitta dan bidan-bidan JIH oke banget sih.

Kesimpulannya?

Melahirkan di JIH cukup memuaskan. RS ini memikirkan hal yang gak dipikirkan RS lain. Semisal makanan untuk penunggu dan paket newborn foto. Yang kedua gimmick marketing sih, tapi lucu kok hahaha. JIH juga kooperatif dengan upaya ASI eksklusif. Saya sama sekali gak ditawarin sufor, gak dilarang IMD, dokter pun mendukung ASIX. Untuk harga dengan fasilitas dan kemudahan yang saya rasakan menurut saya sepadan kok. Mahal atau murah relatif lah ya sesuai kebutuhan 🙂

Semoga siapapun yang sedang mencari info melahirkan dan terdampar di blog terbantu ya. Good luck for your new journey!

11 Things I Want To Remember from This Pregnancy

Time does fly. Tanpa terasa kehamilan ini sudah berjalan selama 38 minggu. Sebentar lagi insyaAllah ketemu dengan makhluk yang selama ini menendang dari dalam, menyodok dengan siku atau tangannya sampai membuat perut bergoyang. Banyak sekali yang sebenarnya ingin saya ceritakan tentang kehamilan ini. Selama beberapa minggu terakhir sebelum kelahiran semoga punya kesempatan untuk menulis lebih panjang.

Kehamilan ini menyisakan beberapa kenangan yang tidak ingin saya lupakan. Karena rasanya magis, kocak, manis sekaligus mendewasakan. Saat nanti perut ini tidak lagi besar dan tendangan dari dalam digantikan tangisan langsung di depan muka maka hal-hal inilah yang ingin saya ingat selamanya.

 

1. I was afraid and clueless at first

Kehamilan ini tidak direncanakan sama sekali. Bahkan beberapa teman di kantor mengolok-olok tingkat pendidikan seksual saya karena kegagalan merencanakan kehamilan, haha. Kali pertama tahu kalau benar positif hamil reaksi saya langsung, “Damn. Aduuuh bisa nggak ya nih jadi Ibu?” I went through this pregnancy without proper training. I was afraid, cluless and lacking of self confidence.

 

2. This baby is so kind

Dalam kehamilan ini tidak ada drama mual, muntah, pusing dan berbagai keluhan kebanyakan Ibu-Ibu hamil. Di awal kehamilan saya masih tetap melakukan perjalanan ke Jakarta sebulan 3-4 kali dengan first flight jam 5 pagi lalu kembali jam 11 atau 12 malam. Bayi ini baik hati sekali membiarkan Ibunya tetap beraktivitas tanpa keluhan berarti.

 

3. Saya pernah jatuh dari kursi, nge-flek dan harus bedrest

Bayinya santai tapi emaknya pecicilan. Kayaknya begini deh relasi dalam kehamilan ini. Suatu hari yang tenang di kantor, saya duduk dengan santai di kursi baru tanpa punya kesadaran memegang kursinya. Asal BRUK! aja gitu. Ehhh kursi beroda itu meleset yang berakibat saya meluncur bebas ke lantai dengan posisi pantat duluan. Beberapa menit kemudian ada flek yang keluar, saya langsung cari rumah sakit terdekat yang dokternya available. Hasilnya harus bedrest 1 minggu deh. Plus dapat larangan terbang dari bulan keempat.

 

4. I am crazy about TOOTHPASTE

Di awal kehamilan yang jadi momen ngidam kebanyakan Ibu hamil saya justru tidak merasakan ngidam yang berarti. Hanya lebih impulsif, lihat mukbang apa tiba-tiba ingin makan makanan yang sama.

Menjelang akhir trimester kedua akhirnya saya mulai ngidam. Tapi bukan makanan melainkan…… RASA ODOL. As weird as it sounds, saya beneran ngidam odol. Rasa odol itu ada di ujung lidah — harus ketemu pokoknya. Akhirnya saya berusaha mencari pasta gigi yang rasanya odol banget. Setiap belanja bulanan bisa beli lebih dari 5 jenis odol untuk mencoba. Akhirnya, ketemu deh rasa odol yang cucok di merk Darlie varian original.

Selain mengganti pasta gigi saya juga pengen makan sesuatu yang rasanya beneran odol. Awalnya saya jadi suka banget sama permen Happydent White dan Xylitol tapi kemudian memutuskan berhenti karena takut nggak bagus buat gigi. Pengganti kengidaman ini akhirnya jatuh ke gelatto rasa mint dan es krim Baskin Robin yang chocolate chip mint. So odol rasanya.

Belakangan rasa pengen ngunyah odol ini tersalurkan lewat Peppermint dan Thieves oil dari Young Living. Perpaduan dua oil ini sering saya hirup, diffuse dan dilute untuk mengurangi keinginan irasional makan pasta gigi.

 

5. Sebelumnya anti, selama hamil malah jadi suka daging kambing

Segala olahan berbau kambing dari dulu nggak pernah jadi favorit. Bahkan saya pernah punya pengalaman muntah-muntah hebat setelah makan sate kambing sebelum menempuh perjalanan jauh. Yang aneh, selama hamil ini keinginan makan daging kambing justru muncul dan menggelora. Tiba-tiba pengen tengkleng, klathak atau tongseng. Dan setiap makan selalu habis tanpa sisa!

 

6. Ngantuk terusss tidur terussss

Di awal kehamilan saya berubah jadi kentang di atas sofa. Sukanya cuma tidurrrrr aja. Bawaannya ngantuk deh. Jadwal ngantuk di trimester pertama itu ada di jam 10 pagi. Bayangin dong baru masuk kantor sebentar udah tidur aja pengennya.

Jadwal ngantuk di trimester kedua ada di jam 4 sore. Setiap menjelang jam 4 mata akan terasa beratttt sekali. Karena itu di trimester kedua setiap sore saya sering ngopi. Karena pekerjaan justru sedang menumpuk di jam-jam itu. Jadi sayang kalau harus tidur 😦

Di trimester tiga rasa ngantuk sudah mulai berkurang. Hanya saja setiap pulang diatas jam 10 malam badan saya rasanya kayak habis diajak begadang seharian. Jadi selama hamil ini saya jarang mau diajak keluar sampai malam karena berasa jompo.

 

7. 9 bulan hamil, 3 bulan ditemani suami

ALHAMDULILLAH YA ALLAH bisa ditemenin 3 bulan aja udah syukur.

 

8. Saya sempat ganti dokter karena pengen cari provider yang lebih talkative

Di awal kehamilan saya kontrol ke dokter yang reputasinya oke, pro normal, pro gentle birth. Tapi…..kok rasanya kurang sreg ya karena beliau irit ngomong? Mungkin karena beliau merasa kehamilan saya sehat jadi nggak perlu banyak dijelaskan. Mungkin juga karena saya yang kurang cerewet dan banyak nanya. Tapi gemes kan ya kalau udah nunggu dokter hampir sejam, waktu konsultasi 5 menit udah selesai?

Blessing in disguisenya jatuh dari kursi adalah akhirnya saya menemukan dokter baru yang lebih banyak omong. Mau menjelaskan lebih detil setiap periksa. Tapi juga nggak banyak larangan yang bikin parno.

 

9. Lebih suka jalan di tempat ramai dibanding jalan-jalan di alam

Mungkin ini bayi beneran mirip bapaknya ya. Anak kota banget. Dampaknya selama hamil ini motivasi untuk power walking justru muncul kalau jalan di mall, di tengah kota atau di tempat yang ramai dan berpenghuni.

 

10. Sampai sekarang masih belum ketemu namanya, masih belum siapin boxnya, masih belum sempat babymoon.

Buat nama, Mas Erry pasrah ke saya yang penting dia acc artinya. Nah sampai sekarang masih belum ketemu juga namanya karena belum ketemu yang sreg. Box bayi juga masih belum terbeli karena masih bimbang mau beli baby crib, ggumi box atau pack and play. Babymoon yang sudah ingin direncanakan pun belum terwujud sebab belum ada waktunya. Tapi semoga minggu depan kita bisa escape sebentar ya Nak, walau di dekat-dekat sini aja.

 

11. Bayi ini mengeluarkan sisi yang sebelumnya saya tidak tahu bisa saya miliki

Semenjak hamil ada sifat-sifat yang muncul secara mengagetkan. Perubahan pertama terasa dari keengganan mengeluh. Dia membuat saya jadi jauh lebih kuat dan tahan banting. Karena lebih sering sendirian mau tidak mau nggak bisa manja-manja dong. Jadi semua harus dihadapi tanpa drama (walau kadang nangis juga sih kalau udah kesel hehe).

Sisi lain yang muncul adalah peningkatan kesabaran. Contohnya dalam mengurus rumah, ART dan segala SOP-nya. Semenjak hamil jadi lebih sabar dan nggak mudah mutung kalau menghadapi kegagalan.

Kehamilan ini juga membuat jauuuuh lebih semangat untuk mengejar impian sekolah lagi ke jurusan yang benar-benar diinginkan. Supaya bisa memberi masa depan yang terbaik untuk dia, supaya bisa jauh lebih punya ilmu saat nanti dia sudah lebih kritis.

This baby is tiny but she brings the best out of me.

 

Sekarang sudah masuk 38 minggu. Jika kamu mau lahir saat ada Bapakmu, lahirlah sesuai keinginanmu. Jika kamu masih nyaman berenang-renang di dalam, jangan khawatir. Tidak perlu terburu-buru. Kamu memang kebetulan yang tidak direncanakan. Tapi seluruh perjalananmu selalu didoakan, didoakan dan didoakan.

 

 

 

Lepas Menikah

Hi! Terakhir kali menulis di sini unggahan yang saya terbitkan adalah prosa pengingat untuk terus menemukan cara jatuh cinta, se-ngehek apapun keadaannya. Kali ini ijinkan saya berbagi soal apa yang dialami beberapa saat belakangan ini, betapa hidup berubah dengan cepat seperti sedang masuk program akselerasi.

 

Akad dan Resepsi

monik-erry-wedding-day-3

Persiapan pernikahan yang saya jalankan sebenarnya bisa terbilang singkat. Kami deal untuk menikah selepas Lebaran, sekitar bulan Juli. Awalnya saya ingin acara yang sederhana — kalau perlu akad saja di bulan September, biar sama dengan ulang tahun Mas Erry. Setelah berdiskusi dengan keluarga ternyata pernikahan memang bukan cuma acaranya mantennya, tapi juga acara orangtua. Diputuskanlah akad dan resepsi digelar di bulan November dengan pertimbangan kesibukan seluruh anggota keluarga sudah mulai berkurang di bulan itu.

Dari bulan Juli sampai Agustus saya mulai hunting vendor dan venue. Konsep pertama yang ada di otak adalah outdoor rustic. Beberapa venue sudah dikantongi dan sudah hampir mantap, sebut saja Kalyana Resort dan outdoor venue Jogjakarta Plaza Hotel. Lho kok milihnya hotel bukan gedung? Iya, jadi pada dasarnya saya dan Mas Erry itu males ribet. Keluarga kami pun tidak punya waktu pun energi untuk mengurusi banyak printilan. Hemat saya, kalau venue sudah di hotel paling tidak parkir tidak usah mikir, katering juga, WO pasti sudah ada.

monik-erry-wedding-day-4

Berbekal hasil survey, presentasilah saya di hadapan Ibu. Beliau mengingatkan kalau bulan November itu musim hujan jadi lebih baik pilih venue di indoor saja. Selain itu beliau juga bilang kalau sebenarnya kurang sreg kalau di hotel karena takut kateringnya tidak enak. Baiklah, karena sudah sepenuhnya sadar ini tidak bisa jadi acara egois maka saya menuruti keinginan Ibu dan akhirnya venue ditentukan di Auditorium Perwacy yang merupakan salah satu gedung baru di pinggiran kota. FYI, gedung ini baru kami DP di bulan Agustus. Kalau dipikir sekarang agak-agak bikin merinding ya. Tapi waktu itu saya santai-santai saja hehe.

Sembari berproses mencari venue, alhamdulillah sudah bisa deal dengan beberapa vendor lain. WO untuk hari H saya pasrahkan ke LanuAmour dengan alasan Mbak Mila (Mbak WO-nya) nampaknya bisa cocok dengan keluarga saya. Moon Photo untuk dokumentasi karena mood fotonya nggak lebay. LINE Pictures untuk video atas rekomendasi teman-teman di Moon Photo.

monik-erry-wedding-day-157

Larasati Salon untuk vendor make up saya temukan di waktu yang mepet dan sudah agak hopeless karena seluruh MUA heits sudah penuh. Alhamdulillahnya waktu itu setelah ditolak di salah satu rumah rias hits Jogja, iseng-iseng saya telpon Larasati dan ternyata mereka masih available. Langsunglah hari itu juga saya mampir dan segera DP untuk lock tanggal. Seluruh vendor ini dipilih menggunakan feeling dan kepo Instagram saja. Alhamdulillahnya sungguh Allah permudah seluruh proses dengan mempertemukan kami ke vendor-vendor yang baik, suportif dan sungguh gercep.

Vendor katering dan souvenir sepenuhnya saya serahkan ke Ibu karena beliau yang lebih oke di teritori ini. Akhirnya katering akad dipercayakan ke Simak Catering yang kebetulan milik Tante. Sementara katering resepsi di-handle Al Buruuj Catering yg ownernya, Mas Habibi, baik sekali datang sendiri ke technical meeting dan menunggui sepanjang resepsi. Vendor undangan saya percayakan ke Papermint Wedding. Untuk vendor yang satu ini saya no comment deh. Bagus hasilnya, tapi pelayanannya kurang memuaskan. Yang mau tahu cerita lengkapnya bisa email atau japri saya langsung saja ya.

Karena alasan jumlah tamu, kami memutuskan membagi acara menjadi 2 hari. Hari Jumat, 10 November digunakan untuk akad di rumah. Minggu, 12 November barulah resepsi dilaksanakan. Tapi rencana hanya rencana. Jumlah tamu diperkirakan membludak karena kerabat-kerabat dari Klaten disinyalir datang. Akhirnya beberapa jam sebelum akad diputuskan kalau hari Sabtu tetap ada acara di rumah khusus untuk kerabat-kerabat di Klaten. Yeah, ini memang pernikahan penuh improvisasi.

monik-erry-wedding-day-120

Menyelenggarakan acara selama 3 hari jelas melelahkan. Tapi sungguh kufur nikmat sekali jika sampai mengeluhkan banyaknya tamu yang datang, yang jelas-jelas hanya ingin mendoakan. Terutama kerabat dari Klaten yang datang jauh-jauh pakai 3 odong-odong. Iya, mereka naik odong-odong dari lereng Gunung Merapi!

Dalam 3 hari itu rasanya keluarga kami, saya dan Mas Erry seperti diguyur berember-ember cairan cinta yang hangaaaat sekali. Kami bersyukur sekali banyak yang sayang, banyak yang mendoakan, saudara-saudara membantu dengan ringan, banyak saudara yang datang dari beberapa hari sebelumnya dan menginap bermalam-malam lamanya untuk membantu. Bahkan Kakak yang dari Abu Dhabi pun datang di menit-menit terakhir setelah berhasil merayu bosnya. Satu hal yang saya ambil dari proses menikah kemarin.

Pernikahan bukan cuma tentang perayaannya, tapi pernikahan mengingatkan kita pada bagaimana kelak harusnya bersikap sebagai sebuah entitas keluarga. Hal yang kami pelajari dengan mata kepala sendiri saat melihat saudara-saudara lain yang ringan membantu kami.

Alhamdulillah, akad dan resepsi berjalan lancar. Mohon doa selalu bagi Mas Erry dan saya supaya kami bisa membangun keluarga yang humanis, humoris dan sakmadya ya 🙂

 

The Unplanned Blessing

Awalnya kami merencanakan untuk jalan-jalan ke Lombok selepas acara. Tapi dasarnya Mas Erry terlalu safety, dia memasukkan pertimbangan cuaca yang hujan terus dan Erupsi Gunung Agung sebelum mengambil keputusan beli tiket dan pesan akomodasi. Merasa kalau main ke pantai malah bisa kurang maksimal karena bisa hujan terus, akhirnya kami jalan-jalan sesuai kata hati saja.

Hari Selasa tanggal 14 November kebetulan saya diminta untuk sharing dengan Dewan Riset Daerah di Solo. Malamnya kami menginap semalam di Solo. Saat sudah sampai di Solo, kami ngobrol gimana kalau sekalian saja jalan-jalannya dilanjutkan mumpung masih cuti. Cari tiket, cari hotel, besoknya mobil kami titip di Stasiun Balapan untuk melanjutkan perjalanan naik kereta ke Malang.

IMG-1290

Sesampainya di Malang kami dijemput supir yang sebelumnya sudah biasa mengantar saat saya dinas ke Malang. Kami memutuskan carter mobil saja 3 hari dengan alasan hotel dan aktivitas akan banyak di Batu, repot kalau tidak ada kendaraan.

Tiga hari di Batu, Malang, kami ditemani hujan dan cuaca yang sakpenake dhewe (seenaknya sendiri). Habis panas bisa tiba-tiba hujan. Hujan lamaaaa dan dingin, eh bisa dalam sekejap terang. Mungkin karena faktor absurdnya cuaca ini juga sepulang dari Malang saya malah diare hebat dan demam. Sehari bisa 20 kali. Alhasil harus nambah ijin sakit 2 hari alias extend cuti.

unnamed (1)

Diare sepulang dari Malang hanya saya anggap salah makan atau kecapekan saja karena badan yang tidak fit disebabkan kondisi cuaca. Sempat ngotot mau ngantor, yang ada saya malah muntah-muntah di jalan. Akhirnya Mas Erry menelepon ke HRD kantor untuk meminta ijin kalau saya belum bisa masuk segera.

Siang itu Mbak Indah, HRD Hipwee tiba-tiba WA. Karena teler seharian WA-nya baru saya baca keesokan harinya.

“Buuu…cek kali Bu. Itu muntah apa muntah? Lu kan udah nggak single lagi…..”

MEH. Yakali cek, orang diare kok suruh tes kehamilan. Begitu pikir saya. Hidup kemudian berjalan seperti biasa, badan sudah mulai membaik dan sudah bisa masuk kantor lagi. Horay! Udah kangen ngantor.

Beberapa hari setelah masuk kantor, jadwal menstruasi saya sebenarnya masih 5 harian lagi. Tapi entah kenapa kok kepikiran terus perkataan Mbak Indah. Lagipula belakangan saya merasa payudara sakit terutama saat bangun pagi. Bukan seperti saat mau mens yang biasanya agak nyeri sepanjang hari. Selain itu bau parfum Mas Erry juga jadi menyengat sekali di hidung. Nggak enak! Padahal dulu suka banget bau parfumnya. Entah karena efek diare atau bukan saya juga sempat mual-mual nggak jelas. Nggak bisa makan apapun selain buah dan saladnya Pizza Hut. Yasudah, daripada penasaran test pack aja deh.

TP2

Hasil pertama test pack garisnya cuma kelihatan satu. Ya iyalah, pikir saya. Telat mens aja belum. Test pack saya letakkan di atas tutup kloset lalu saya tinggal mandi. Waktu mau dibuang lha kok ada garis kedua yang tipiiiis sekali ya? Buru-buru saya baca cara penggunaannya dan berkesimpulan kalau itu bisa jadi false positive karena sudah terlambat membaca. Waktu saya cerita ke Mas Erry dia juga bilang itu mungkin salah, ya sudah mari jalani hidup seperti biasa dan dilupakan saja.

Jujur, kami sempat berkeinginan menunda dulu punya anak. Alasannya karena saya harus sekolah Master dan pekerjaan Mas Erry membuatnya jarang di rumah. Kalau punya anak siapa yang ngurusin dong? Kucing? Tapi Tuhan selalu punya rencana yang jauh lebih baik dari rencana manusia.

Setelah berkotak-kotak test pack (yang saya beli terus karena penasaran), hasil beta HcG kuantitatif dan diteguhkan oleh hasil pemeriksaan dokter alhamdulillah saat ini kami hamil 6 minggu 2 hari. Kemarin cek dan di USG sudah terlihat kantung kehamilannya.

TP1

Sampai sekarang kami masih clueless sekali bagaimana nanti kehadiran bayi ini akan mengubah ritme hidup. Perhitungan rasional ala manusia sempat membawa kepanikan. Tapi saat mengingat banyak di luar sana yang berjuang mati-matian supaya bisa hamil, banyak pasangan yang merindukan anak — apa yang kami miliki ini sudah selayaknya disyukuri dan dijaga sebaik-baiknya. Tuhan pasti punya rencana. Kalau dikasih sekarang, insyaAllah kami akan dimampukan untuk menjaga baik-baik amanah ini. Mohon doanya ya 🙂
Lepas menikah hidup tidak berubah banyak ternyata. Rasanya masih seperti pacaran dengan bonus bisa check in kapanpun di manapun tanpa rikuh. Tidak perlu pusing lagi soal jam malam karena sekarang sudah pulang ke rumah yang sama. Agenda kencan bertambah ke supermarket dan ke dokter kandungan.

Hidup selepas menikah tidak akan selamnya nyaman, bisa ada riak-riak yang menguji kesabaran. Semoga, kami selalu diingatkan untuk bisa saling menjaga dan menguatkan.

 

Tabik!