Heboh Gentle Birth Lupa Konseling Laktasi

Tren mempersiapkan diri untuk melahirkan dengan lembut, alami dan yang terpenting minim rasa sakit memang makin marak di kalangan Ibu muda milenial. Semua teman yang hamil akan serta merta posting gerakan yoga di socmed. Menjelang HPL kebanyakan Ibu-ibu muda juga posting aktivitas mereka di atas gymball, pijat akupresure dan terapi moksa.

Secara psikologis tren ini wajar sekali. Mengeluarkan anak manusia dari tubuhmu itu konsep yang indah tapi juga menakutkan. Konstipasi saja sakit lho, bagaimana kalau kamu harus mengejan untuk mengeluarkan kepala manusia? Normal dong jika kita tertarik saat ditawari pilihan melahirkan tanpa rasa sakit atau dengan rasa sakit yang lebih terkelola?

Di awal kehamilan saya pun masuk ke golongan yang ingin mempersiapkan diri sebaik mungkin demi kelahiran gentle.

Ikut yoga, baca buku macam-macam, ikut kelas gentle birth bersama pasangan, main gymball — you name it!

 Dan saya nggak bilang semua itu buruk atau tidak berguna. Pengalaman saya pribadi, semua tetap berguna. Berasa banget latihan nafas selama yoga untuk membantu mengelola rasa sakit.

Tapi satu yang saya syukuri sempat saya lakukan di masa kehamilan. Lebih penting dari gentle birth training menurut hemat saya: KONSELING LAKTASI.

Ide untuk konseling laktasi awalnya dicetuskan oleh tante dan Ibu. Kebetulan Tante adalah trainer konselor laktasi. Sementara Ibu saya paham kalau anaknya ini sama sekali belum pernah pegang bayi. Dia khawatir kali ya cucunya gak hidup dengan baik.

Saya pun sepakat dengan saran tersebut. Kalaupun tidak terpakai ilmunya apa salahnya sih ikhtiar? Pikir saya. Konseling pertama dipandu oleh Ibu Tipuk. Bidan yang sudah dilatih jadi konselor laktasi. Proses konseling dilakukan selama 3 kali.

Di pertemuan pertama Bu Tipuk menjelaskan anatomi tubuh bayi dan anatomi payudara Ibu.

Saat itu saya baru tahu kalau nyusuin bayi itu bukan pakai puting tapi pakai areola.

Saat itu juga saya baru sadar kalau bayi tidak harus langsung mendapat ASI di hari pertama lahir. Keluarnya ASI itu butuh waktu. Dan nggak masalah, toh lambung bayimu juga masih kecil. Di pertemuan pertama ini Bu Tipuk membawa banyak alat peraga. Selain boneka bayi ada juga peraga payudara untuk latihan menyusui dan peraga ukuran lambung bayi.

Pertemuan kedua isinya tentang merawat bayi sehari-hari. Bu Tipuk niat banget lho. Kami berlatih menggunakan boneka bayi untuk memandikan, membedong dan menyendawakan bayi.

If only i didn’t have this training I will be super clueless to raise Kimi.

Pertemuan ketiga yang asik niiih karena disini suami diajarin cara-cara induksi alami (IYKWIM) dan juga teknik pijat oksitosin. Jadi di pertemuan ketiga ini Bu Tipuk benar-benar melatih Mas Erry untuk memijat punggung saya untuk merangsang hormon oksitosin.

Dengan konseling tahap satu ini saya dan Mas Erry jadi merasa PD untuk bisa memberi ASI eksklusif untuk Kimi.

Fast forward ke hari kelahiran Kimi, karena sudah tahu hak pasien maka kami langsung meminta IMD. Setelah itu kami menelepon Bu Tipuk untuk mengabarkan bahwa Kimi sudah lahir. Sore itu sekitar pukul 18.00 Bu Tipuk datang ke Rumah Sakit untuk menemui saya dan mengajari pelekatan pertama. Sayang, Kimi belum boleh dibawa ke kamar untuk rooming in karena masih diobservasi selama 3 jam. Akhirnya Bu Tipuk mendatangi ruang bayi untuk berpesan pada perawat agar Kimi tidak diberi susu formula. Beliau juga berpesan kapanpun membutuhkan silakan hubungi saja.

Malam itu sekitar pukul 22.00 Kimi dibawa ke kamar untuk mulai rooming in. Dan sejujurnya, malam pertama bersama Kimi adalah roller coaster yang melelahkan.

Bayangkan, sehari sebelumnya saya sudah tidak tidur karena kontraksi. Malam harinya Kimi diantar dengan kondisi lapar, menangis dan tidak mau diletakkan. Maunya menyusu dan selalu didekap. Bisa dihitung selama 4 hari di rumah sakit Kimi tidur malam di boxnya. Biasanya Kimi bisa tertidur lama kalau saya dekap dalam posisi setengah duduk.

Nah, drama dimulai di sini. Karena masih proses belajar maka lecetlah puting saya. Bukan cuma lecet, tapi cracked nipple. Putingnya sampai pecah dan berubah bentuk. Subhanallah setiap mau menyusui rasanya kayak mau maju ke medan perang. Keringat dingin, takut, merasa berdosa kok biarin bayi nangis lama.

Hampir seminggu saya bertahan dengan kondisi puting lecet parah sampai suatu malam Kimi tiba-tiba menolak menyusu karena puting saya mengeluarkan darah. Sediiiihhhhh banget rasanya lihat wajah dan sleepsuits nya bersimbah darah. Malam itu saya nangis sesenggukan sambil bilang ke Mas Erry,

“Ini harus ada yang kuat diantara kita. Kalau aku udah mau nyerah kamu harus ingetin biar aku nggak nyerah ya!”

Malam itu saya hubungi Bu Tipuk dan juga chat Mbak Maylinda konselor Sanggar ASI untuk minta jadwal konseling. Besoknya Bu Tipuk datang untuk mengamati pelekatan Kimi dan merevisinya. Sayang, belajarnya gak bisa total karena Kimi keburu ketiduran.

Esok lusanya kami ke Sanggar ASI untuk konseling lagi. Ketika melihat keadaan puting kanan yang sudah cracked cukup parah Mbak Maylinda menyarankan supaya payudara kanan diistirahatkan dulu 2-3 hari sebelum digunakan lagi. Selain itu juga disarankan pakai miniset bukan bra supaya puting tidak terdesak. Ok, selama 3 hari payudara kanan saya istirahatkan dengan tetap memerah menggunakan tangan supaya payudara tidak bengkak.

Alhamdulillah wasukurillah setelah 72 jam diistirahatkan payudara kanan sudah jauh lebih baik. Masih lecet sih tapi bearable lah ya. Dari pengalaman saya butuh waktu dua bulan sebelum bisa mulai nyaman menyusui Kimi.

Menyusui itu jauuuuhhhh lebih menantang dibanding melahirkan deh.

Dari pengalaman ini saya cuma mau bilang kalau nggak ada salahnya konseling laktasi sebelum melahirkan. Melahirkan itu ‘cuma’ perkara 1-2 hari menahan sakit. Kalau pun ada jahitan pun SC masih bisa disembuhkan. Tapi menyusui adalah proses panjang yang ternyata butuh ilmu tak kalah banyak.

Coba cek ke rumah sakitmu, biasanya ada bidan/Obsgyn yang punya sertifikasi konseling laktasi. Kalau di daerahmu nggak ada bisa follow AIMI untuk ilmu-ilmu menyusui. Sekaligus jadi penambah semangat waktu masalah menyusui datang. Dulu saya gitu soalnya, tiap meringis menyusui dengan puting lecet saya baca-baca blog orang lain yang juga lecet putingnya kemudian jadi semangat karena merasa nggak sendiri.

Semangat ya buat fellow Mamas yang lagi berjuang menyusui anaknya. Kalau menyusui itu mudah maka balasannya bukan surga 🙂

One thought on “Heboh Gentle Birth Lupa Konseling Laktasi”

Leave a comment