5 Hal yang Memampukan Selesai ASI Eksklusif Pasca Drama Menyusui

Alhamdulillah….nggak terasa Kimi sudah selesai Asi Ekslusif selama 6 bulan. Kalau ingat dulu awal-awal perjuangan menyusui rasanya bersyukur dan bangga pada diri sendiri karena sudah berhasil melewati masa-masa berat itu. Enam bulan berlalu, sebenarnya masih ada 18 bulan yang panjangggggg sekali. Tapi semua pencapaian harus dirayakan dong? Karena itu di sini saya mau berbagi hal-hal yang memampukan saya menyelesaikan hak ASI eksklusif Kimi.

1.Konseling Laktasi

Kontak konseling laktasi pada minggu ke 28, 32, 36 dan pasca melahirkan benar-benar jadi saviour yang akan terus saya advokasikan ke teman-teman maupun pembaca blog ini. Konseling laktasi membantu saya memahami anatomi tubuh Ibu dan Bayi, memahami anatomi payudara, mengajarkan teknik pelekatan yang baik, memberi gambaran cara merawat bayi.

Tapi yang terpenting adalah: konseling laktasi memberi kita perasaan tidak sendirian.

Proses menyusui itu mirip lah sama membangun perusahaan rintisan. Kurang tidur, tenaga terforsir, memberi kita banyak waktu untuk bicara pada diri sendiri (karena pas nyusu seringnya anak bayi ketiduran jadi ya monolog aja kannn) dan tidak boleh menyerah. Menyusui hampir serupa dengan jalan sepi yang dijalani banyak founder perusahaan rintisan. Nah….konselor laktasi itu bisa diibaratkan sebagai sesama founder yang paham apa yang kamu rasakan. Jadi dengan mengedukasi diri lewat konseling laktasi sebenarnya memasukkan saya ke komunitas yang akan memberikan dukungan karena cuma mereka yang paham apa yang kita rasakan.

Di kasus saya ini terjadi saat puting cracked parah. Ibu, Ayah, bahkan suami juga nggak bisa relate pada perasaan kehilangan harapan pun hati mencelos yang saya rasakan. Hanya konselor-konselor baik hati yang bisa merasakan empati. Mereka menganggap puting lecet itu masalah serius, mereka menyemangati untuk terus menyusu serta mencarikan solusi.

2.Kehadiran Suami di Rumah

Emang udah jalan Allah ya….pas Kimi lahir, passss Mas Erry bisa di rumah lama karena habis rig down dan mesti menunggu persiapan proyek selanjutnya. Waktu off yang biasanya cuma 1-2 minggu bisa jadi 3 minggu. Dan ternyata kehadiran fisik suami memang sangat membantu.

Semandiri, setangguh, sekuat apapun wanita — kehadiran pasangan akan membantu pasca proses persalinan. Buat apa? Ya buat memberi dukungan, memberi perhatian, menemani proses membesarkan manusia yang lahir sebagai buah cinta. Terlebih buat wanita bekerja yang sebelumnya banyak kegiatan di luar rumah. Kehadiran suami justru WAJIB AIN hukumnya. Karena perubahan pola hidup bisa membuat shock jika tidak punya sistem dukungan yang baik.

Sebenarnya Mas Erry sudah terlibat sejak proses kehamilan (yaiyalaaahhh….kan dia yang buat), menemani kontrol saat dia off dan ikut semua sesi konseling laktasi. Tapi pasca melahirkan bantuannya yang akan selalu saya hargai sampai kapanpun adalah tawaran untuk menyuapi saat Kimi udah pengen nyusu padahal saya kelaparan dan kerelaannya mengikuti semua kemauan saya ketika butuh support untuk nyaman menyusui.

 Dia tidak menolak keinginan impulsif membeli hampir semua jenis bantal menyusui, dia tidak mencibir kebutuhan saya untuk konseling laktasi lagi pasca melahirkan, dia memberi saya ekstra 10 menit untuk tidur dengan menggendong Kimi di waktu subuh. Dia menyingkirkan kebutuhan dan keinginannya sementara untuk kepentingan kami berdua.

Jadi nggak ada salahnya untuk para Bapak meluangkan waktu cuti demi menemani istri dan anak ya. Ini akan sangaaattt berarti.

3.Pengalaman Pertama Mencoba Media Dot ke Kimi

Dasarnya emak-emak newbie ya…..maunya yang praktis-praktis aja. Termasuk untuk media pemberian ASIP. Dasarnya oon, awalnya saya juga mau kasih dot ke Kimi. Dengan alasan lebih praktis untuk yang mengasuh ketika harus ditinggal kerja pasca cuti.

Coba pakai dot bawaan Spectra, gagal. Oke. Coba Pigeon, gagal. Huki, gagal. Naik kelas ke Avent — no luck. Beli Tommee Tippee Kimi tetep juga nggak mau nyedot. Comotomo, Dr Brown dia teteuuup nggak mau.

Sekarang sih saya bersyukur Kimi nggak doyan dot. Setelah lebih mendalami ilmu per-ASI-an ternyata media dot adalah perjudian yang jahat.

Nggak ada yang bisa menjamin bayi akan tetap mau menyusu setelah kenal dot. Pun mau, nggak ada yang bisa menjamin juga hisapannya akan tetap seefektif sebelum kenal media dot. Yang ada hisapannya berkurang, demand ASI menurun, produksi ASI turun bebas deh.

Nah….menyambung ke kenapa kasih media dot justru menguatkan saya untuk terus memberi ASI ekskusif? Jadi, kali pertama memberi dot itu saya patah hati ternyata. Nggak tega rasanya melihat Kimi ngenyot ke gentong lain. Di situ juga saya disadarkan kalau dot yang terlihat praktis itu membuat bayi yang sudah dijaga sedemikian rupa terpapar berbagai risiko. Apa saja? Ini menurut dangkalnya pengetahuan saya:

  • Risiko kolik saat ada udara yang masuk saat bayi menghisap dot
  • Risiko diare kalau proses sterilisasi tidak tepat
  • Risiko bayi tersedak karena aliran yang terlalu deras
  • Risiko over feeding yang menyebabkan dia tidak bisa membedakan sensasi kenyang dan lapar. Selama masih ada yang dimasukkan ke mulut, pasrah aja. Mau nolak juga nggak bisa
  • Risiko diduakan oleh anak karena kehilangan waktu bonding. Ujungnya jadi Emak Eping (Exclusive Pumping) yang mesti militaaaannnn banget pumpingnya.

Setelah kali pertama memberi dot ke Kimi, melihat responnya yang bingung-marah dan protes saya bertekad mencari cara untuk menyelesaikan kewajiban menyusui tanpa media dot. My baby deserve better. I should do better.

4.Lingkungan Kerja Startup yang Inklusif dan Fleksibel

Hipwee lah salah satunya yang membuat Kimi bisa ASI eksklusif. Ini layak diberikan post tersendiri, but let me mention it here as a prolog. Bekerja di startup adalah hal yang layak dipertimbangkan buat new moms. Kenapa? Karena kultur kerjanya masih terbentuk. Kamu sebagai bagian dari perusahaan rintisan lah yang bisa membentuk kulturnya.

Di kasus saya Hipwee memberikan ruang untuk membawa Kimi ke kantor pada awal masuk pasca cuti karena dia belum mau minum ASIP dengan media lain. Hipwee juga mengijinkan saya pulang per 3 jam sekali untuk setor ASIP dan menyusui di minggu kedua pasca cuti. Kalau saya nggak kerja di Hipwee mungkin kacau balau lah semua.

5.Lansinoh Nipple Balm

Bagi penderita puting lecet, salep puting yang satu ini udah paling JOSS deh. Selama puting lecet saya sudah mencoba berbagai macam perawatan. Kali pertama kontrol dan bilang putingnya lecet diresepkan Bepanten oleh Obsgyn. Hasilnya…..nihil.

Selama di rumah sakit saya memakai Medela Purelan 100 yang banyak cocok di orang lain. Tapi di saya nggak ngaruh. Pernah juga pakai VCO yang ada malah kulit puting makin terbuka saat lengket di bra (sedaaaapppp banget yg ini, hahahha)

Apa yang membedakan Lansinoh dengan semua treatment lain? Pertama, kekentalan krimnya pas. Dia juga lumer di tangan saat terkena suhu tubuh. Jadi mudah diaplikasikan. Kedua, dia itu paling ‘melunakkan’ puting. Hal terberat dari puting lecet itu kalau sampai puting kaku dan kering. Nah…Lansinoh memberi rasa nyaman karena puting jadi lunak dan selalu lembab. Doakan ya semoga nggak usah ngalamin drama lecet lagi. Lelah akutu.

Remeh temeh kan sebenarnya hal-hal yang membuat saya mampu menyelesaikan kewajiban ASI Ekslusif? Tapi semoga bisa jadi suntikan semangat fellow Mamas yang sedang berjuang juga.

Do what you want to do. Do what your heart tells you to do. You deserve that!

Karena sesimpel, seremeh dan se-nggak penting apapun itu semua layak dilakukan demi menguatkan langkah menyelesaikan ASI di 6 bulan pertama kehidupan.

Leave a comment