Tetap Punya Jati Diri — Meski Kini Ada Kimi

Mengandung, melahirkan dan kini merawat Kimi adalah hal paling tidak egois yang pernah saya lakukan. Terbiasa dengan kebebasan dan kemandirian, bahkan setelah menikah, membuat fase ini seperti masa belajar keras sebelum Ujian Nasional.

Harus berjaga sepanjang malam untuk latihan, menyingkirkan kepentingan dan berbagai godaan demi tujuan yang ingin dicapai,

Kali ini tujuannya tentu membesarkan Kimi dengan baik seumur hidupnya.

Menjadi Ibu itu (mengejutkannya) menyenangkan. Ada makhluk kecil menggemaskan yang mencintai kita sebegitunya. Memandang kita dengan tatapan polos, penuh pengharapan untuk sekadar dipeluk dan diajak bermain.

Senyumnya yang renyah menghilangkan lelah penat selepas bekerja. Mendengar suara celotehnya membuat kita mau menangguhkan beberapa ambisi, demi kepentingannya.

Menjadi Ibu adalah tentang dia dulu — anak kita dulu — diri kita bisa menunggu.

Menulis ini di samping Kimi yang sedang tertidur pulas, memandangi mulutnya yang setengah terbuka, bulu matanya yang lentik sempurna, jari-jari mungilnya yang lucu menggemaskan — ah di mata saya dia anak tercantik dan tersempurna.

Bahkan saya yang dulu tak ingin punya anak saja bisa mencintai tanpa syarat seperti ini. Tak ada rasa menyesal mengeluarkan semua usaha dan pengorbanan demi manusia kecil yang nafasnya terdengar halus mendengkur. Tak masalah kurang tidur asal dia punya cadangan ASI dan berat badannya naik tiap diukur.

Sekarang saya paham kenapa Ibu-Ibu bisa mengubah username akun sosial media jadi @bundanyaXXX setelah punya anak. Sekarang saya juga bisa memahami kenapa postingan anak adalah sebuah hal yang natural bagi Ibu-Ibu, termasuk saya tentunya hahahahaha. Soriii ya followersku hehe. Pahalamu besar di surga!

Manusia kecil yang menginvasi perut kita selama 9 bulan, mengakusisi payudara kita, menyita waktu dan tenaga, membuat kita yang dulu hidup selow harus berubah jadi multi tasking memang jadi pusat dunia. Ini alamiah, wajar, dan memang seharusnya.

Tapi anak ini kelak juga butuh kita sebagai MANUSIA kan? Bukan hanya butuh kita sebagai IBUNYA?

Saya membayangkan kelak akan mengajari Kimi mencintai buku dan menulis. Dia akan saya kenalkan ke Murakami, ke Pramoedya, Jodie Picoult, JKR, Dee Lestari. Dia akan membaca buku-buku yang sudah saya kumpulkan sedari remaja. Lalu saya akan bilang, “Jangan cuma baca chicklit to Nduuukkk…baca karya sastra gitu lhooo. Yang bermutu”

Semua itu tidak akan bisa saya lakukan ketika sekarang saya menyerah pada perasaan sendu lalu hanya berperan jadi Ibu.

Di masa depan saya ingin bercerita pada Kimi bagaimana rasanya membangun perusahaan rintisan. Apa rasanya membesarkan anak sekaligus memimpin tim. Bagaimana pusingnya membagi waktu untuk meeting, belanja pampersnya, memikirkan menu makannya sembari memutar otak untuk memastikan THR karyawan aman.

Semua cerita itu tak akan sampai padanya jika sekarang saya hanya menjadi Ibunya saja.

Pun tentang hubungan dengan Bapaknya. Kelak saya ingin bercerita padanya apa yang bisa membuat kami jatuh cinta, bertahan, tetap saling sayang dan mesra setelah kehadirannya. Saya ingin membawa Kimi napak tilas ke tempat-tempat kencan kami. Kedai kopi, warung bakwan kawi, restoran ayam goreng dan warung soto yang punya live music tiap hari.

Untuk ini saya perlu tetap jadi istri dan kekasih yang menyenangkan. Tak cukup jika hanya jadi Ibu yang bisa diandalkan.

Dear Kimi, untuk waktu-waktu dimana kamu harus belajar minum dari gelas.

Untuk siang hari yang bagimu terasa panjang karena harus menunggu Ibu pulang.

Untuk perjalanan kesana kemari yang harus kamu rasakan dari usia hitungan hari karena Ibu bawa bekerja.

Percayalah Kim, ini semua bukan karena Ibu tak suka jadi Ibumu. Bukan karena Ibu tak mau hanya jadi Ibumu.

Ibu melakukan ini supaya kelak bisa jadi paket yang lebih sempurna untukmu. Ibu ingin jadi partner sparingmu tentang literasi. Ibu ingin bisa mengajarimu tentang bisnis yang harus diawali dari hati. Ibu mau kamu melihat sendiri contoh cinta yang tidak sempurna tapi selalu diusahakan dan dirawat pada hubungan Ibu dan Bapak.

Sayangnya semua itu tidak bisa Ibu lakukan dengan di rumah saja. Meski membersamaimu setiap waktu adalah segalanya.

Ibu mohon ijin tetap menjadi diri sendiri. Semoga Kimi ikhlas sesekali dirawat orang lain saat Ibu berjuang untuk mimpi-mimpi Ibu. Di masa depan semoga Kimi tahu jika semua ini hanya untuk kamu.

Leave a comment