Remah kata terserak di lantai kamar tempat kita bertukar cela.
Sapu di tangan kanan, ponsel di tangan kiri. Urusan bersih-bersih saja masih membuatmu bergaya.
Demi Tuhan, sebagai pria barangkali kamu memang tak dibekali tingkat intelejensia.
Di antara gerutu kecil sepanjang pekan, dalam selip rajuk kemanjaan.
Tak bisakah kau tafsirkan bersit kegeraman?
Sebab padanya kau tak pernah yakin soal resep makanan.
Dalam genggamnya pakaianmu jarang tepat garis lipatan.
Karena ia tak kunjung handal bergerak penuh kecepatan.
Hati-hati sayang, amatilah remah kata di ujung serabut sapumu.
Barangkali kau bertemu serpihan kecil debu bernama sendu.
Sapa dia, tiup halus agar jauh dari hidungmu.
Sebab aku tak ingin aroma ini sampai ke indra penciummu.
Semburat wangi halus yang selalu mencipta sipu.
Namanya, cemburu.